rajabacklink

Lebih Berkualitas BBM Ron 95 di Malaysia Lebih Murah dari Pertamax Ron 92 Milik Pertamina

12 Sep 2022  |  298x | Ditulis oleh : Admin
Lebih Berkualitas BBM Ron 95 di Malaysia Lebih Murah dari Pertamax Ron 92 Milik Pertamina

Dengan alasan mengalihkan subsidi agar bisa dinikmati oleh yang berhak atau tidak dinikmati orang kaya, pemerintah kembali mengurangi jumlah subsidi BBM dan alhasil harga BBM kembali naik. Anehnya bukan hanya pertalite saja yang memang di subsidi pemerintah, tapi pertamax pun juga ikut-ikutan naik. Lalu kenapa di negara tetangga kita Malaysia, harga BBM dengan research octane number (RON) 95 Malaysia bisa lebih murah dibanding pertamax RON 92 yang dijual oleh PT Pertamina (persero)?

Dilansir dari RinggitPlus, Senin (5/9), harga bensin RON 95 Malaysia hanya 2,05 ringgit per liter atau setara Rp6.814 (asumsi kurs Rp3.324 per ringgit). Sementara itu, harga pertamax di Pertamina yang notabene memiliki RON lebih rendah, yakni RON 92 dibanderol Rp14.500 per liter. Sedangkan, jika dibandingkan dengan Revvo 95 yang dijual Vivo Indonesia, BBM RON 95 Malaysia pun jauh lebih murah. Tercatat Revvo 95 dibanderol Rp 16.100 per liter.

RON pada BBM memang memiliki angka yang berbeda. RON berkaitan dengan kualitas pembakaran pada mesin. Semakin tinggi angka RON, semakin baik kualitas pembakarannya. Artinya, semakin tinggi RON, semakin baik juga kualitas BBM tersebut.

Selain harga BBM RON 95 yang lebih murah, harga BBM RON 97 Malaysia juga lebih murah dibanding pertamax turbo RON 98. BBM RON 97 Malaysia dibanderol 4,30 ringgit per liter atau setara Rp 14.293. Sedangkan, harga pertamax turbo RON 98 dihargai Rp15.900 per liter.

Meski demikian, harga solar di Malaysia lebih mahal dari Indonesia. Tercatat harga solar di Negeri Jiran mencapai 2,15 ringgit per liter atau setara Rp7.148 per liter. Sementara itu, harga solar yang dijual Pertamina hanya Rp6.800 per liter.

Jika alasan pemerintah adalah ingin menyamaratakan subsidi agar bisa dinikmati oleh masyarakat yang memang berhak menerimanya, lalu kenapa pertamax yang bukan produk BBM bersubsidi juga ikut naik dan jauh sekali dari harga BBM RON 95 dengan kualitas yang lebih baik milik Malaysia?

Dengan alasan memberatkan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan  menggunakan istilah APBN jebol, subsidi tak tepat sasaran, 80% subsidi BBM dinikmati oleh masyarakat mampu, masyarakat tidak memiliki pilihan dan hanya bisa merespons dengan melakukan unjuk rasa.

Meskipun subsidi BBM yang kemudian diubah dengan subsidi energi disebut-sebut sudah mencapai Rp502 triliun dan diharapkan kenaikan harga bisa meredam lonjakan subsidi, namun faktanya, subsidi diumumkan tetap bengkak, dengan angka baru senilai Rp 650 triliun.

Tentu bagi masyarakat, masalah angka subsidi tersebut menjadi pertanyaan besar dan menimbulkan kecurigaan. Terlebih sejak awal 2022, masalah subsidi BBM dan dana kompensasi BBM itu justru banyak digaungkan oleh pihak-pihak yang mengaku sebagai ekonom dan pengamat dengan latar belakang dan kompetensi yang tak jelas.

Apalagi, pada 13 Juli 2022 Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan jaminan jika subsidi BBM akan terjaga. Pemerintah berjanji tak akan menaikkan harga BBM hingga akhir tahun 2022. Masyarakat pun memberikan apresiasi kepada Kepala Negara. Terlebih, kenaikan harga BBM subsidi diyakini akan membuat rakyat menjadi sengsara.

Namun janji tinggallah janji, pemerintah tetap menaikkan harga BBM jenis Solar, Pertalite, dan Pertamax. Pasca Pengumuman, masyarakat kembali menyoroti kebijakan pemerintah tersebut. Khususnya menyangkut kenaikan harga Pertamax yang dilakukan oleh pemerintah. Hal yang tidak lazim, mengingat Pertamax merupakan bahan bakar umum, yang tak disubsidi oleh pemerintah.

Pemerintah hanya memberikan subsidi dan kompensasi yang merupakan istilah baru terhadap Solar yang merupakan Jenis BBM Tertentu (JBT), dan Pertalite yang merupakan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP). Masyarakat juga tentu mempertanyakan tidak ada perincian berapa subsidi BBM, LPG, berapa dana kompensasi BBM serta LPG, juga yang dimaksud dengan dana kompensasi. Termasuk penghitungan harga keekonomian.

Hal ini lantaran ada perbedaan yang sangat besar antara harga keekonomian hitungan pemerintah dengan hitungan pihak lain yang disuarakan oleh pihak-pihak yang menyebut sebagai pengamat dan ekonom itu. Ambil contoh, harga keeknomian Pertalite hitungan Kementerian Keuangan Rp14.450 per liter, namun narasi yang digulirkan pihak-pihak tertentu kepada masyarakat harga keekonomian produk BBM tersebut mencapai Rp18.000 per liter.

Sedangkan harga Pertamax yang sejatinya tak memiliki landasan hukum jika disubsidi harga keekonomian berdasarkan penghitungan pemerintah sebesar Rp15.150/liter. Namun, yang disuarakan kepada masyarakat oleh pihak-pihak tertentu harga keekonomian Pertamax mencapai Rp19.000 per liter. Adalah wajar jika kemudian masyarakat membandingkan dengan harga jual dari badan usaha swasta yang menjual BBM sejenis dengan Pertamax senilai Rp15.500 per liter. Dan mempertanyakan, dasar penetapan harga keekonomian tersebut.

Wajar jika masyarakat saat ini menaruh kecurigaan dari siapa angka-angka yang disuarakan oleh pihak-pihak yang menyebut dan disebut-sebut sebagai ekonom, pakar dan pengamat itu. Subsidi BBM tentu memberatkan bagi APBN, namun apabila subsidi yang disebut tak tepat sasaran itu salah perhitungan dan berpotensi dinikmati pihak-pihak tertentu, sangat disayangkan. Dengan demikian, pemerintah perlu menghitung ulang secara cermat komponen-komponen pembentukan harga yang disebut keekonomian tersebut.

Tak hanya itu, pemerintah pun perlu melakukan evaluasi yang mendalam terkait inefisiensi dalam pengadaan dan penyediaan BBM yang disubsidi dan dikompensasi oleh pemerintah. Sehingga pemerintah tak begitu saja membayar klaim atau tagihan yang diajukan oleh Badan Usaha Penyalur BBM bersubsidi. Sektor migas adalah sektor yang sangat strategis, sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan pihak-pihak tertentu yang mencoba meraup keuntungan di balik penderitaan rakyat.

Pengawasan terhadap distribusi dan konsumsi BBM bersubsidi pun perlu diperketat dan ditingkatkan, mengingat masih dijumpai penyelewengan BBM bersubsidi yang justru tak dilakukan oleh rakyat tetapi oleh industri-industri tertentu. Presiden Jokowi perlu menunjuk satu pembantunya agar fokus melakukan evaluasi mendalam sehingga tak ada lagi kesimpangsiuran informasi di masyarakat terkait berapa sejujurnya subsidi dan kompensasi untuk menghadirkan BBM terjangkau bagi rakyat Indonesia

Baca Juga: